ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. “S”
DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG ASOKA RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
OLEH
LA HERU
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES IST BUTON
BAUBAU
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah memberrkan berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas
hidup yang kita jalani ini selalu membawa kebebnaran, baik kehidupan di alam
maupun pada kehidupan akhir kelak, sehingga cita-cita serta harapan yang ingn
kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Kami menyadari didalam penyusunan
makalah inin masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangan,
baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasi kepada dosen serta
teman-teman sekalian. Untuk itu besar dan harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun
untuk menyempurnakan makalah penulis
dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari
penyusun makalah ini adalah mudah-mudahan apa yang kami buat dapat bemanfaat,
baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain ingin mengambil hikmah dari judul “ Resiko Perilaku Kekerasan” sebagai tambahan dalam menanbah referensi
yang telah ada.
Kendari, 11 Maret 2014
DAFTAR ISI
HALAMN JUDUL
………………………………………………………………….. i
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………..ii
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………iii
BAB
I PENDAHULUAN
- Latar
Belakang………………………………………………………………. 1
- Ruang
Lingkup Pembahasan………………………………………………… 3
- Tujuan
Penulis……………………………………………………………….. 3
- Manfaat
Penulis……………………………………………………………… 4
- Metode
Penulisan……………………………………………………………. 4
BAB II TNJAUAN TEORITIS
- Pengertian…………………………………………………………………… 5
- Rentang
Respon Marah………………………………………………………. 5
- Etilogi……………………………………………………………………….. 8
- Tanda
dan Gejalah…………………………………………………………. 14
- Penatalaksanaan
Medis………………………………………………………15
- Asuhan
Keperawatan………………………………………………………..18
BAB
III TINJAUAN KASUS
- Pengkajian…………………………………………………………………..
24
- Analisa
Data………………………………………………………………… 35
- Pohon
Masalah……………………………………………………………… 37
- Daftar
Diagnosa Keperawatan……………………………………………. ..38
BAB
IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian
………………………………………………………………64
B. Diagnosa
keperawatan…………………………………………………...66
C. Perencanaan
keperawatan……………………………………………….66
D. Implementasi…………………………………………………………….67
E. Evaluasi
keperawatan……………………………………………………67
BAB
V PENUTUP
- Kesimpulan………………………………………………………………….69
- Saran…………………………………………………………………………70
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan
di negara-negara maju, moderent dan industri. Keempat masalah kesehatan
tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan
(Mardjono 1992, dalam Hawari, 2007). Meskipun gangguan jiwa tidak dianggap
sebagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara lansung, beratnya
gangguan yang dapat menyebabkan ketidakmampuan secara invaliditas individu
maupun kelompok akan menghambat pembagunan, karena mereka tidak produktif dan
tidak efisien (setyonegoro, 1992, dalam Hawari, 2007).
Data statistik yang dikemukakan oleh WHO
atau World Health Organization (2002) menyebutkan
prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk
dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, dan 1% diantarya adalah gangguan
jiwa berat. Potensi seseorang mudah terserang, gangguan jiwa memang tinggi.
Setiap saat, 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa,
saraf maupun perilaku.
Berbagai manifestasi klinis gangguan
jiwa mendapat perhatian serius dalam perawatan klien gangguan jiwa, diantaranya
esiko perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana
keliat, 2005). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep,
2007).
Perilaku
kekerasan adalah tingkah laku yang ditujukan untuk melukai atau mencelakai
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingka laku tersebut (Purba,
dkk, 2008).
Keperawatan jiwa adalah proses perawata
membantu individu tau kelompok dalam mengenbangkan konsep diri yang positif,
mengingkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harmonis agar dapat
berperan lebih produktif di masyarakat (Yosep, 2007). Keperawatan jiwa
menghadapi dua tantangan dalam upaya
memberikan perawatan yang berkualitas dalam sistem pelayanan kesehatan.
Pertama, para pelaksanan perawatan saat ini merawata pasien dengan masalah yang
majemuk dari pada sebelumnya. Kededua,
para pelaksana perawatan mempunyai ciri dan karateristik yang berbeda
dan juga kesempurnaan dan kemampuan pengetahuan yang berbeda. Untuk itulah,
pelaksaan asuhan keperawatan jiwa haruslah didesain untuk memenuhi tantangan
ini dengan menyediakan pendekatan yang sistematis dalam perawatan tentang
asuhan keperawatan jiwa pada pasein dengan masalah resiko perilaku kekerasan di
ruang rawat inap jiwa.
Pelaksaan intervensi pada pasien dengan
resiko perilaku kekerasan tidak hanya dilakukan oleh perawat namun memerlukan
partisipasi dari keluarga. Keberhasilan intervensi bergantung pada tepatnya
pelaksanaan intervensi dan kemauan untuk sembuh dari pasien (Burn &
Baumann, 2008).
Pemberian intervensi keperawatan yang
tepat pada klien dengan masalah gangguan jiwa resiko perilaku kekerasan sangat
diperlukan untuk menghindari dampak yang muncul yang dapat membahayakan
koondisi klien, seperti resiko perilaku kekerasan dan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain, serta lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998, dalam Fitria
2009).
Berdasarakn dari hasil latar belakang
diatas maka rumusan masalah dalam pembuatan laporan ini adalah membahas Asuhan
Keperawatan Dengan Masalah Utama “Resiko Perilaku Kekerasan” Di Ruang Rawat
Inap Jiwa.
B.
Ruang
Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam pembuatan
laporan ini adalah asuhan keperawatan jiwa pada klien Tn.”S” dengan Resiko
Perilaku Kekerasan Di Ruang Asoka Rumah Saktit Jiwa Sulawesi Tanggara.
C. Tujuan Penulis
Adapun
tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Tujuan
Umum
Dapat
mengaplikasikan dan mengimplementasikan asuhan keperawatan pada klien dengan
resiko perilaku kekerasan.
2. Tujuan
Khusus
a. Dapat
melakukan pengkajian pada klien resiko perilaku kekerasan.
b. Dapat
menegakan diagnose keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan.
c. Dapat
merumuskan rencana asuhan kekeparawatan pada klien dengan resiko perlaku
kekerasan.
d. Dapat
melakukan implementasi pada klien dengan resko perilkau kekerasan.
e. Dapat
mengevaluasi hasil asuhan kekeparawatan pada klien dengan resiko perilaku
kekerasan.
f. Dapa
mendokumentasikan asuhan kekerawatan pada klien dengan resiko perilaku
kekerasan.
D.
Manfaat
Penulis
1. Sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan praktek jiwa.
2. Sebagai
bahan masukan bagi calon tenaga kekeparawatan sejawat khususnya bagi institusi terkait.
3. Menambah
wawasan penulis rekan-rekan mahasiswa
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa.
E.
Metode
Penulisan
1. Studi
kepustakaan
2. Studi
dokumentasi
3. Studi
kasus
BAB
II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkugnan. Perilaku kekersan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang
berlansung perilaku kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suau
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secra
fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh
gelisa atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
Perilaku kekerasan adalah nyata
melakukan kekerasan, ditujukan pada diri sendiri/ orang lain secra verbal
maupun non verbal dan pada lingkungan. (Depkes RI, 2006).
B.
Rentang
Respon Marah
Perilaku kekerasan merupakan statu
rentang respon dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju,tersinggung, merasa tidak dianggap,
merasa tidak diturut atau diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu
dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon sangat tidak normal
(maladaptif)
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
Asertif
|
Frustasi
|
Pasif
|
agresif
|
Kekerasan
|
Klien mampu
mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan
|
Klien gagal mencapai
tujuan kepuasan/saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif
|
Klien merasa tidak
dapat mengungkapkan perasaanya, tidak berdaya dan menyerah
|
Klien mengekspresikan
secara fisik, tapi masih terkontrol,mendorong orang lain dengan ancaman
|
Perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat dan hilang control,di sertai amuk, merusak lingkungan
|
Gambar rentang respon
marah (Yosep, 2010)
1.
Respon
adaptif
Rerpon adaptif adalah respon yang
dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain,
individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
respon adptif :
a) Pikiran
logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b) Persepsi
akurat adalah pandangan nyang tepat pada kenyataan
c) Emosi
konsisten dengan pengalaman yaituperasaan yang timbul dari pengalaman ahli.
d) Hubungan
sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2.
Respon
Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon
individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya
dan lingkungan, adapun respon tidak normal (maladaptif) meliputi :
a) Kelainan
pikiran adalah kelainan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini
oleh orang lain dan beertentangan dengan kenyataan sosial.
b) Perlaku
kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan
dalam bentuk fisik.
c) Perilaku
tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
Tabel 1 : Pengkajian Perilaku Asertif, Pasif, Dan
Agresif/ Kekerasan
Perawat perlu memahami dan
membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien. Hal ini dapat dianalisis
dari perbandingan berikut :
Aspek
|
Pasif
|
Asertif
|
Agresif
|
Isi pembicaraan
|
Negatif, merendahkan
diri,misalnya “ bisakah saya melakukan itu? Bisakah anda melakukanya?
|
Positif menawarkan
diri,misalnya
“ saya mampu, saya
bisa, anda boleh, anda dapat”
|
Menyombongkan diri,
merendahkan orang lain, misalnya:
“ kamu pasti tidak
bisa, kamu selalu melanggar, kamu tidak pernah menurut, kamu todak akan bisa”
|
Tekanan suara
|
Lambat,mengeluh
|
Sedang
|
Keras ngotot
|
Posisi badan
|
Menundukan kepala
|
Tegap dan santai
|
Kaku,condong kedepan
|
Jarak
|
Menjaga jarak dengan
sikap mengabaikan
|
Mempertahankan jarak
yang nyaman
|
Siap dengan jarak
akan menyerang orang lain
|
Penampilan
|
Loyo, tidak dapat
tenang
|
Sikap tenang
|
Mengancam,posisi
menyerang
|
Kontak mata
|
Sedikit/ sama sekali
tidak
|
Mempertahankan kontak
mata sesuai dengan hubungan
|
Mata melotot dan
dipertahankan
|
C.
Etiolgi
1. Faktor
Predisposisi
a. Teori
Biologik
1) Neurologic
factor,beragam komponen dari sistem syaraf seperti synap, neurotransmitter, dendrit,
axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan
pesan-pesan yang akan memengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
2) Genetic
factor,adanya faktor gen yang di turunkan melalui orang tua,menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen
manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun
jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyo
type XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cycardian
Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut
penelitin pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol terutama
pada jam-jam sibuk seperti menjelang masukkerja dan menjelang berakhirnya
pekerjaan sekitar jam 9dan jam13. Pada jam tertentu orang lebih mudah
terstimulasi untuk bersikap agresif.
4) Biochemistry
faktor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak (epineprin, norepinephrin,
dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar
tubuh yang di anggap mengancam atau membahayakan akan di hantar melalui implus
neurotransmitter ke otak dan meresponya melalui serabut efferent. Peningkatan
hormon androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada
cairan cerebrospinal vetebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
5) Brain
Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lombus temporal ,sindrom otak
organik,tumor otak,trauma otak,penyakit ensepalitis,epilepsi ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori
Psikologik
1) Teori
psikoanalisa
Agresivitas dan
kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span
hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidak puasan fase oral antara
usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan
air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai kopensasi adanya ketidak percayaan pada lingkungannya.
Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat kosep diri yang rendah. Perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidak
berdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Imitation,modeling,and
information prosesing theory;
Menurut teori
ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir
kekerasan. Adanya contoh,model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada
boneka dengan reward positif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah
coklat). Setelah anak-anak keluar dan di beri boneka ternyata masing-masing
anak berprilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
3) Learning
theory;
Perilaku
kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia
mengamati bagaimana respos ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas
lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa
dirinya eksis dan patut untuk di perhitungkan.
c. Teori
Sosiokultural
Dalaam budaya
tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau
di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan secara
tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. kontrol
masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai
cara peenyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya
demonstrasi,film-film kekerasan, mistik, tahayul dan perdukunan (santet,teluh) dalam tayangan televisi.
d. Aspek
religiusitas
Dalam tinjauan
religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan dan bisikan syetan
yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil suport). Semua bentuk kekerasan adalah
bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital manusia
lain yang di turuti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya
terancam dan harus segera di penuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan
norma agama (super ego).
2. Faktor
Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dangan:
a) Ekspresi
diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbolsolidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
b) Ekspresi
dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
c) Kesulitan
dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog
untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
d) Ketidaksiapan
seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
e) Adanya
riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) Kematian
anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,perubahan tahap perkembangan,
atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
3. Penilaian
terhadap stressor
Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman
dampak dari situasi stress bagi individu. Itu mencakup kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku, dan respon social. Stressor mangaksumsikan makna,
intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan
makna yang diberikan kepada orang yang berisiko (Stuart dan Laraia,
2001).
4. Sumber
koping
Menurut Stuart dan Laraia (2001), sumber
koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik defensif,
dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya
termasuk keseahatan dan energi, dukungan spiritual, keyankinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material,
dan kesejahteral fisik. Keyakina spiritual dan meliha diri positif dapat
berfungsi sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi
hal yang paling buruk.
5. Mekanisme
koping
Menurut Stuar dan Laraia (2010),
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain:
a) Sublumasi,
yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi,
yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temnnya tersebut mencobah merayu, mencumbunya.
c) Represi,
yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kea lam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat bencih pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yag duterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d) Reaksi
forfasi, yaitu mencegah keinginan yang
berbahaya bila diekspresiakn, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement,
yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya, anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya, dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
D.
Tanda
dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan
mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
1) Fisik
a) Muka
merah dan tegang
b) Mata
melotot/pandangan tajam
c) Tangan
mengepal
d) Rahang
mengatup
e) Wajah
merah dan tegang
f) Postur
tubuh kaku
g) Pandangan
tajam
h) Mengatupkan
rahang dengan kuat
i)
Mengepalkan tangan
j)
Jalan mondar-mandir
2) Verbal
a) Bicara
kasar
b) Suara
tinggi, membentak atau berteriak
c) Mengancam
secara verbal atau fisik
d) Mengumpat
dengan kata-kata kotor
e) Suara
keras
f) Ketus
3) Perilaku
a) Melempar
atau memukul benda/orang lain
b) Menyerang
orang lain
c) Melukai
diri sendiri/orang lain
d) Merusak
lingkungan
e) Amuk/agresif
4) Emosi
Tidak adekuat,
tidak aman dan nyaman,rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5) Intelektual
Mendominasi,
cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6) Spiritual
Merasa diri
berkuasa,merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, tidak peduli dan
kasar.
7) Sosial
Menarik diri,
pengasingan, penolakan, kekerasan,ejekan, sindiran.
8) Perhatian
Bolos, mencuri,
melarikan diri, penyimpangan seksual.
E.
Penatalaksanaan Medis
1. Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan
obat, tujuannya utnuk mengurangi atau menghlangkan gejala-gejala gangguan jiwa.
Yang tergolong dalam pengobatan psikofarmaka antara lain:
a) Chlororpromazine (CPZ)
Ø Atas indikasi untuk sindrom psikosis
yaitu berdaya berat untuk menlai realitas, waham halusinasi, gangguan perasaan
dan perilaku atau tidak terkendali.
Ø Mekanisme kerja
Memblokade dopamin pada reseptor
pasca sinap di otak khususnya system ekstra pyramidal
Ø Efek samping :
-
Gangguan otonomi(hypotensi) antikolinergik/ parasimpatik,
mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defiksi, hidung tersumbat, mata kabur,
gangguan irama janutng.
-
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
Parkinson)
-
Gangguan endokrin ( amernorhoe, ginermasti), metabolik
(soudie)
-
Hematologic, agranulosis, biasa untuk pemakaian jangka
panjang.
Ø Kotra indikasi
Penyakit hati, leukemia, epilepsy,
kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran
disebabkan oleh depresan.
b) Haloperidol (HLP)
Ø Atas indikasi berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan
sehari-hari.
Ø Efek samping : penyakit hati,
penyakit darah,epilepsy, kelainan janutng, febris dan ketergantungan obat.
Ø Mekanisme kerja : obat antin psikis
dalam memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron otak khususnya,
system limbic dan system ekstra pyramidal.
Ø Kontar indikasi : penyakit hati ,
leukemia, epilepsy, kelainan jantung, febris ketergantungan obat, penyakit SSP,
gangguan kesadran.
c) Tryhexipenidil (THP)
Ø Atas indikasi segala jenis
Parkinson, termasuk pasca encephalitis.
Ø Efek samping : mulut kering,
penglihatn kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardi, dilatasi, ginjal retensi murine.
Ø Kontra indikasi : hypersensitif
terhadap Trihexfenidil (THP), psikosis berat psikonuerosis, hypertropi prostat
dan obstruksi saluran edema.
2. Terapi
modalitas
a) Terapi keluarga
Berfokus
pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian :
Ø BHSP.
Ø Jangan memancing emosi klien.
Ø Libatkan klien dalam kegiatan yang
berhubungan dengan keluarga.
Ø Beri kesempatan pasien mengemukakan
pendapat.
Ø Dengarkan, bantu, dan anjurkan
pasien untuk mengemukakan masalah yang dialami.
b) Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan
perkembangan, keterampilan sosial atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan
bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c) Terapi musik
Dengan
musik klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.
F.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b) Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal
yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c) Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah
klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.
d) Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital
(TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e) Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga
generasi.
2) Konsep diri.
3) Hubungan social dengan orang lain
yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan
keyakinan dan kegiatan ibadah.
f) Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati
pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g) Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan
serta merapikan lat makan kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan
membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien
tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas
didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan
reaksinya setelah diminum.
h) Mekanisme koping
1) Sublimasi : Menerima suatu sasaran
pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
2) Proyeksi : Menyalahkan orang lain
mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
3) Represi : Mencegah pikiran yang
menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
4) Reaksi formasi : Mencegah keinginan
yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku
yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
5) Displacement : Melepaskan perasaan
yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya
seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
i)
Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi,
dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
j)
Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan
disimpulkan dalam masalah.
k) Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan
dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
2. Pohon Masalah
Efek : PK
(Perilaku Kekerasan)
Core Problem: Resiko
Perilaku Kekerasan
Causa : Harga Diri Rendah Kronik
3. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko Perilaku Kekerasan
b) Harga Diri Rendah Kronik
c) PK (Perilku Kekerasan)
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa
: Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteri hasil :
klien mau membalas
salam, klien mau menjabat tangan , klien mau menyebutkan nama, klen
tersenyum,klien mau kontak mata, klien mau mengetahui nama perawat.
Tindakan:
1.1.
Bina
hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
1.2.
Panggil
klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
TUK 2 : Klien
dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Kriteria hasil
: Klien dapat mengungkapkan perasaanya
Tindakan:
2.1.
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2.
Bantu klien
mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda‑tanda perilaku kekerasan.
Kriteria
hasil : Klien dapat
mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel
Tindakan
:
3.1
Anjurkan
klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
3.2
Observasi
tanda perilaku kekerasan.
3.3
Simpulkan
bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien
TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
Kriteria
hasil : klien
dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan
Tindakan:
4.1.
Anjurkan
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2.
Bantu
bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
TUK 5
: Klien dapat
mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
kriteria
hasil : klien dapat
menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien
Tindakan:
5.1.
Bicarakan
akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2.
Bersama
klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3.
Tanyakan
apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi
cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
6.1.
Beri
pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2.
Diskusikan
cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3.
Secara
verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
TUK 7 : Klien dapat mengidentifikasi cara
mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1.
Bantu memilih
cara yang paling tepat.
7.2.
Bantu
mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3.
Bantu
mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4.
Beri
reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5.
Anjurkan
menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
TUK 9 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat
(nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan
prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
BAB
III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. “S”
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN
DI RUANGAN ASOKA RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
I.
IDENTITAS
PASIEN:
-
Nama Klien : Tn. “ S”
-
Umur :
69 Tahun
-
Jenis kelamin : Laki-laki
-
Pekerjaan : Pensiunan
-
Agama : Islam
-
No. RM. :
02.08.01
-
Tanggal masuk : 20 Februari 2014
-
Tanggal penggajian : 03 -03 -2014
-
Ruangan :
Asoka
II.
Alasan
Masuk :
Klien
mengatakan bahwa ia dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya karena mengamuk,
klien mengatakan perna di aniyaya
oleh anaknya,
karna
tidak di izinkan menulis terus-terusan untuk membuat buku yang berisikan
gagasan-gagasan dan kritikan untuk para pejabat negara terutama kritikan untuk
presiden SBY yang tidak berhasil memimpin, serta klien pernah melempari batu
pada sebuah mobil yang dimiliki oleh musuhnya atau orang yang paling ia benci
selama ini.
Masalah Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan
III.
FAKTOR
PREDISPOSISI
1. Klien
pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya yaitu sewaktu iya dirawat di rumah sakit, klien mengatakan bahwa dirinya
sudah sering dibawa pulang oleh
keluarganya dan dirawat kembali dirumah sakit.
2. Dengan
pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena, klien sering putus obat, sehingga
penyakitnya kambuh kembali serta keinginannya menulis yang masih saja ditentang
oleh anaknya.
3. Klien
pernah mengalami penganiayaan fisik, pada saat iya menjadi anggota sipil
ia sering disuruh latihan paksa dan saat ia pergi ke jawa untuk mengirim surat kepda Presiden SBY,
tetapi surat itu ditahan oleh anggota kepolisian sehingga ia tidak bisa bertemu
lansung dengan presiden SBY. Klien juga pernah mengalami kasus penipuan dari
penjual tanah yang ia beli dari seseorang dan ternyata itu adalah tanah milik
pemerintah yang membuatnya merasa sangat marah dan mengamuk.
Masalah Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalam gangguan jiwa?
Klien mengatakan Tidak
ada seseorang di dalam keluarga yang mengalami gangguan jiwa selain Tn. “S”.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
5. Pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan yang pernah dialami oleh klien? Yang tidak dapat ia lupakan sampai saat ini
adalah klien mengatakan ia tidak bisa
melupakan kejadian disaat buku-buku yang ia tulis dan telah dicetak yang
memerlukan waktu 3 tahun lamanya dibakar begitu saja tanpa ada pertanggung
jawaban oleh orang yang membakar buku tersebut.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
IV.
FISIK
1. Tanda
Vital : TD :140/90mmHg, N : 82x/m, S : 36 C, P : 24x/m
2. Ukur :
TB : - BB : -
3. Keluhan
Fisik :
Tidak
ada keluhan fisik yang begitu berarti yang dirasakan oleh klien
selain rasa malas dan rasa kesal karena iya berada didalam kurungan RSJ.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
V.
PSIKOSOSIAL
1.
Genogram
GI
GII
GIII
Masalah Keperawatan :
2. Konsep
Diri
a. Gambaran
diri :
Klien
mengatakan iya menyukai semua bagian
tubuhnya tanpa terkecuali, karena semua anggota tubuhnya adalah pemberian dari
Tuhan.
b.
Identitas :
Klien
mengetahui identitasnya secara detail, baik nama (Tn.”S”), umur(69 tahun),
alamat dll.
c.
Peran :
Klien
beerperan sebagai seorang ayah, dan iya sebagai suami yang baik bagi istri
kedua klien karena istri pertama klien telah meninggal .
d. Ideal
Diri :
Klien
menginginkan dirinya dapat menjadi penggagas bagi semua orang yang dapat
mengubah negara ini menjadi negara yang taat peraturan dan tanpa adanya kinflik
antar sesama.
e. Harga
Diri :
Klien
mengatakan bahwa ia merasa sangat tidak dihargai oleh keluarga maupun orang
lain karena gagasan yang telah ia ungkapkan dalam tulisan sebuah buku tidak
diterima dan malah dibakar serta dirinya ditangkap karena dianggap berniat
mencemarkan nama baik presiden.
Masalah Keperawatan :
Harga Diri Rendah
3. Hubungan
sosial
a. Orang
berarti :
Klien
mengatakan orang yang paling berarti dalam hidupnya saat ini adalah istri
keduanya saat ini yang masih setia padanya dan sering menjenguknya di RSJ.
b. Peran
serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien
pernah menjadi anggota sipil, kepala desa,dan menjadi anggota partai.
c. Hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien
mengatakan bahwa yang menjadi hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
adalah tulisan-tulisan yang ia tulis sebagai gagasan klien.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
Masalah
4. Spiritual
a. Nilai
dan Keyakinan :
Klien
menjunjung tinggi nilai dan keyakinannya bahwa setiap orang yang mengalami gangguan
jiwa memiliki penyebab yang berbeda-beda ,baik mental maupun spritual, dan
klien sangat menghargai antara agama yang satu dengan agama yang lainnya.
b. Kegiatan
Ibadah :
Klien
mengatakan bahwa ibadah itu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
setiap indidvidu menurut keyakinan masing-masing keyakinan, dan klien masih
melakukan ibadah seperti biasa yang tampak klien sholat dzuhur setiap hari.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
Masalah
VI.
STATUS
MENTAL
1.
Penampilan :
Penampilan klien rapi, bersih dan
penggunaan pakaian sesuai, serta cara berpakaian yang seperti biasanya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
Masalah
2. Pembicaraan
:
Pembicaraan
klien cepat, pendengar
harus benar-benar fokus mendengarnya saat berbicara, serta pembicaraan klien
keras dari nada dan intonasi klien dan bila pembicaraannya disambung atau
dibantah maka klien tampak marah.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
3. Aktifitas
Motorik :
Klien
tampak tak ada masalah dalam aktifitas motoriknya, tak ada gangguan yang
dialami klien hanya saja klien lebih sering berada di tempat tidur karena
berada di dalam ruangan kurungan.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
4. Alam
perasaan sedih :
Klien
merasa tidak didengarkan oleh orang lain mengenai gagasan-gagasan yang
ditulisnya untuk presiden SBY, sehingga ia
merasa sangat sedih dan sampai menangis, yang tampak air mata klien
menetes.
Masalah Keperawatan: Harga Diri Rendah Kronik
5. Afek
:
Afek
yang tampak pada muka klien seperti marah-marah dan emosi mempertahankan
pendapatnya untuk gagasan yang ditulisnya.
Masalah Keperawatan: Resiko Prilaku Kekerasan
6. Interaksi
selama wawancara :
Selama
wawancara klien tampak bermusuhan karena ia hanya mau didengarkan gagasannya
dan akan merasa tersinggu bila di sahut atau di bantah perkataannya yang tampak
pada raut muka klien marah, tegang, dan mata menatap tajam.
Masalah Keperawatan : Resiko Prilaku Kekerasan
7. Persepsi
:
Klien mengatakan tidak mendengar suara-suara.
Masalah
keperawatan: Tidak Ada Masalah
8. Proses
Pikir :
Pembicaraan
klien fokus pada satu topik pada saat diajak berbicara dan terarah serta selalu
meluruskan cerita apabila pendengar belum paham, klien membicarakan hal-hal
yang realistis.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah
9. Isi
Pikir :
Klien
selalu terobsesi pada keinginannya untuk menulis sebuah buku dari ide-ide yang
terkait pada ulasan gagasan-gagasan yang ia
tuangkan demi berkembangnya dan tentramnya negara Indonesia yang sudah
tidak mampu lagi di urus oleh pemerintah terutama untuk president SBY.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
10. Waham
:
Tak
ada waham yang terkait yang begitu menonjol yang di temukan pada klien.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah
11. Tingkat
Kesadaran : Kesadaran klien composmentis yang
tampak seperti orang kebanyakan/ orang normal lainnya, mampu mengenal
waktu (sholat dzuhur) tempat (klien mengatakan “saya sekarang berada di RSJ”),
dan orang ( mengetahui perawat beserta nama perawat).
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
12. Memori
:
Klien
memiliki ingatan yang cukup bagus, yang masih kuat dalam mengingat suatu memori
baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah
13. Tingkat
konsentrasi dan berhitung :
Klien
mampu berhitung dengan baik,cepat dan tanggap, konsentrasi klien baik tidak
beralih pada fokus yang lain. Yaitu tampak pada pertanyaan 2+7=9, 25+25=50 dll.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah
14. Kemampuan
penilaian :
Klien
memiliki kemampuan penilaian yang cukup bagus, dapat memilih dengan benar yaitu
pakai sepatu dulu atau kaos kaki,, klien mampu menjawab dengan benar yaitu kaos
kaki dulu baru sepatu. Tanpa harus berpikir lama-lama.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
15. Daya
Tilik Diri : Klien mengatakan bahwa sekarang ini ia sudah mulai membaik dan
sembuh.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
VII.
KEBUTUHAN
PERSIAPAN PULANG
1. Makan
:
Klien
mampu makan dengan sendirinya meski masih disiapkan oleh perawat, sehingga
klien membutuhkan bantuan yang minimal.
2. BAB/BAK
:
Klien
mampu melakukan BAB/BAK sendirinya tanpa adanya bantuan.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masala
3. Mandi
:
Klien
mampu melakukan kebersihan diri mandi dengan mandiri sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain, dan
klien rajin mandi.
4. Berpakaian
dan berhias :
Klien
dapat melakukan penggunaan pakaian dengan sendirinya tanpa memerlukan bantuan
oleh orang lain.
5. Istirahat
dan tidur :
Klien
mengatakan bahwa tidur siangnya seperti
biasanya yaitu setelah selesai makan siang kurang lebih 1-2 jam, dan tidur
malam juga seperti biasa, namun klien mengatakan bahwa dulu pada waktu masuk
rumah sakit pertamanya ia kesulitan saat tidur malam., serta kegiatan yang
sering ia lakukan sebelum tidur adalah hanya duduk-duduk dan membaca doa.
6. Penggunaan
obat :
Klien
meminum obat secara teratur dengan sendirinya hanya saja dibantu oleh perawat
dalam pembagian obatnya.
7. Pemeliharaan
kesehatan :
Klien
menggunakan sistem pendukung untuk perawatan lanjutan dalam tahap penyembuhan
klien.
8. Kegiatan
di dalam rumah :
Jika
klien sudah dapat diperbolehkan pulang maka kegiatan yang berada di dalam rumah
dapat klien lakukan dengan sendiri seperti mempersiapakan makanan,menjaga
kerapian rumah,mencuci pakaian ,serta mengatur keuangan, klien sudah dapat
melakukannya.
9. Kegiatan
didalam rumah :
Klien
dapat melakukan semua kegiatan rumah bila sudaah diperbolehkan pulang seperti
belanja,trasportasi dan lain-lain.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah
VIII.
MEKANISME
KOPING
1.
Adaptif :
mekanisme
koping adaptis yang sekarang digunakan
oleh klien saat muncul rasa marah yaitu
berbicara dengan orang lain menceritakan masalah yang dialami oleh
klien, serta berdoa setiap hari.
2.
Maladaptif :
Mekanisme
koping maladaptif yang pernah digunakan oleh klien saat marah adalah
marah-marah, mengamuk, dan pernah merusak mobil seseorang
yang tidak ia sukai.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah
IX.
MASALAH
PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah
dengan dukungan kelompok, spesifik
:
Klien
mengatakan ia merasa sangat tertekan oleh masalah yang sedang dialaminya karena
tidak memeiliki dukungan dari keluarga bahkan keluarga terutama anaknya yang
sangat menentang keinginan klien.
2. Masalah
berhubungan dengan lingkungan , spesifik :
Klien
mengatakan ia merasa merasa sangat dikucilkan oleh lingkungannya karena
perbuatannya yang marah-marah dan merusak barang milik orang lain serta dianggap
mengancam keamanan masyarakat.
3. Masalah
dengan perumahan ,spesifik :
Klien
mengatakan bahwa rumahnya yang dulu ia miliki sekarang ditempati oleh anaknya
yang ia benci yang sudah memasukannya di dalam RSJ.
4. Masalah
ekonomi , spesifik :
Klien
mengatakan bahwa dirinya sekarang sangat kesal terhadap anaknya tersebut karena
telah membakar buku yang telah dicetak oleh klien yang sudah menghabiskan dana
yang cukup banyak, dan tanpa adanya ganti rugi sedikitpun yang membuat keuangan
klien sangat bermasalah, dan membuatnya merasa miskin karena uangnya telah
habis.
5. Masalah
dengan pelayanan kesehatan :
Klien
mengatakan bahwa pelayanan dirumah sakit kurang memuaskan dirinya karena pihak
rumah sakit hanya memberikan obat-obatan
terhadap pasiennya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
Masalah
X.
PENGETAHUAN
KURANG TENTANG :
Dalam
pengetahuan klien tentang penyakit jiwa sangat kurang karena klien mengatakan
sebenarnya tidak ada orang yang terkena penyakit jiwa, dan klien tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang adaptif secara pikiran yang rasional, serta
pengetahuan klien kurang dalam hal pengetahuan tentang obat-obatan.
Masalah
keperawatan: Kurang Pengetahuan
XI.
ASPEK
MEDIK
·
Diagnosa Keperawatan : Skizofrenia Residual
·
Terapi Medik :
- Chlororpomazine : 100 g ( 2 x sehari)
-
Tryhexipenidil : 2 g (2 x sehari)
-
Halloperidol : 5 g (2 X sehari)
XII.
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1.
Resiko Prilaku Kekerasan
2.
Harga Diri Rendah kronik
3.
Kurang
Pengetahuan
XIII.
ANALISA
DATA
NO
|
DS/DO
|
DATA
|
MASALAH
|
1.
|
DS :
DO :
|
-
Klien
mengatakan bahwa iya dibawa ke RSJ oleh keluarganya karena ia marah-marah dan
mengamuk.
-
Klien
mengatakan pengalaman yang paling ia
tidak bisa lupakan adalah saat buku yang dicetaknya dibakar oleg anaknya yang
membuatnya merasa sangat marah dan ingin memukulnya.
-
Klien
mengatakan iya pernah di tipu oleh
seseorang yang menjual tanah di baubau dan ternyata ia ditipu, yang ternyata
tanah tersebut adalah milik pemerintah, yang membuatnya merasa sangat marah
dan mengkritik pemerintah.
-
Klien
mengatakan dirinya pernah mengalami penyiksaan pada saat ia menjadi seorang
sipil.
-
Klien tampak marah-marah
-
Klien
tampak emosi
-
Tatapan
mata tajam
-
Nada
suara tinggi
-
Klien
tampak tegang.
-
Kontak
mata tajam
|
Resiko
Prilaku Kekerasan
|
2.
|
DS
DO :
|
-
Klien
mengatakan bahwa anaknya tidak menghiraukannya bahkan memasukannya ke dalam
RSJ dan tidak pernah dijenguk.
-
Klien
mengatakan bahwa ia merasa dirinya tidak dihargai oleh orang lain karena
gagasannya yang tidak diterima oleh
keluarga sendiri dan juga orang lain.
-
Klien
mengatakan ia merasa sangat sedih karena semua usahanya yang iya lakukan
selama ini sia-sia lenyap terbakar.
-
Klien
mengatakan iya sangat menyesal dan sedih sekali karena yang menentang
keinginannya itu adalah anaknya sendiri.
-
Klien
tampak sedih
-
Muka
tampak serius
-
Klien
tampak berbicara panjang lebar.
-
Adanya
kontak mata.
|
Harga
Diri Rendah kronik
|
3.
|
DS
DO
|
-
Klien
mengatakan bahwa gangguan jiwa itu adalah orang yang lagi sinting, gila, dan stress.
-
Klien
mengatakan obat yang diberikan oleh dirinya dan pasien lainnya hanyalah
obat-obatan untuk menaklukan pasien saja.
-
|
Kurang Pengetahuan
|
XIV.
POHON MASALAH
Efek : Prilaku Kekerasan
Resiko Perilaku
Kekerasan
|
Core
Problem :
Causa : Harga Diri Rendah Kronik
XV.
DAFTAR DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Resiko
Perilaku Kekerasan
2. Harga Diri Rendah Kronis
3. Perilaku Kekerasan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada
bab ini kelompok akan menguiraikan kasus yang dikaji serta membandingkan dengan
teori yang didapat, untuk mengetahui sejauh mana faktor pendukung, faktor penghambat dan solusinya dalam
menyelesaikan asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan resiko perilaku
kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Sulawesi Tenggara. Dalam pembahasan ini
mencakup semua tahap proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan dengan tujuan untuk
mengumpulkan data-data dengan cara wawancara dan observasi secara langsung
dengan klien, informasi dari catatan perawat, catatan medis dan perawat
ruangan. Secara teori pengkajian pada klien dengan resiko perilaku kekerasan
pendengaran meliputi faktor predisposisi dan presipitasi diantaranya faktor
predisposisi mencakup faktor biologis, psikologis, sosial budaya pada kasus
yang penulis temukan sama dengan pada teori, yaitu faktor biologis dimna
kelurga klien tidak menderita ganngguan jiwa. Dari faktor skiologis, klien
pernah mengalami korban penganiayaan yaitu dianiyaya oleh keluarga, Pol PP, dan
anggota sipil. Faktor sosial budaya, klien jarang berinteraksi karna lebih suka
menyendiri dirumah. Sedangkan faktor presipitasi pada teori mencakup system
pendukung dan respon klien. Sedangkan pada kasus menyatakan bahwa terjadinya
gangguan jiwa disebabkan oleh stressor baik dari internal maupun eksternal,
misalnya penganiyaan dan psikologis, hal ini terjadi pada Tn. S dimana ada
trauma seperti penganiyaan yang dilakukan oleh keluarga, Pol PP dan anggota
sipil. Dengan perlakuan tersebut sehingga klien jadi suka menyendiri.
Sedangkan pada kasus, didapatkan
data bahwa mekanisme koping yang di gunakan Tn. S adalah adaptif, berbicara
dengan orang lain. Pohon masalah pada teori terdapat tiga diagnosa
keperawatan, yaitu Resiko perilaku Kekerasan
yang disebabkan oleh Haraga Diri Rendah Kronik sehingga mengakibatkan Perilaku Kekerasan. Sedangkan pada kasus terdapat
tiga diagnosa keperawatan yaitu Kurang Pengetahuan, Resiko perilaku kekerasan
yang disebabkan oleh harga diri rendah dan mengakibatkan Perilaku Kekerasan.
Harga diri rendah dapat muncul sebagai penyebab karena didapatkan data sebagai
berikut, Data subjektif : klien mengatakan harga dirinya tidak dihargai, karena
gagasannya tidak di terima oleh keluarganya dan orang lain. Data objektif :
klien terlihat muka tegang, tatapan mata tajam, nada suara tinggi.
Pada
teori klien mendapatkan therapy oral chlorpromazine (CPZ), haloperidol (HLP),
Triheksilphenidil (THP). Pada kasus therapy yang didapatkan klien adalah klien
diberikan terapi medis Thirexyphenidyl (2 mg ) 2x1 tablet, HLP (5mg) dan
chlorpromazine ( 100 mg ) 2x1 tablet. Faktor pendukung yang mempermudah penulis
dalam melakukan pengkajian adanya hubungan baik antara mahasiswa dengan perawat
ruangan, data klien lengkap, klien mau berinteraksi dan terlihat tenang. FaKtor
penghambat yang ditemukan penulis adalah kurangnya data yang didapat karena
penulis tidak bertemu dengan keluarga sehingga data yang didapatkan kurang
lengkap. Dan penulis lakukan untuk mengatasi faktor penghambat yaitu bekerja
sama dengan perawat ruangan, melihat Medical Record klien dan mengkaji klien
lebih dalam dengan komunikasi singkat dan sering untuk memperoleh data yang
berhubugan dengan masalah klien untuk melengkapi data.
B.
Diagnosa Keperawatan.
Pada
teori, diagnosa keperawatan yang ditemukan ada tiga, yaitu Resiko perilaku
kekerasan, harga diri rendah kronik, dan perilaku kekerasan. Sedangkan pada
kasus terdapat tiga diagnosa keperawatan dimana ditemukan diagnosa keperawatan
yaitu, kurang pengetahuan, harga diri rendah dengan ditemukannya data seperti,
data subyektif dan data obyektif, Diagnosa yang menjadi prioritas adalah Resiko
Perilaku kekerasan sesuai pohon masalah yang dapat terjadi adalah munculnya Perilaku
kekerasan yang membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar
jika tidak teratasi.
Faktor
pendukung yang mempermudah penulis dalam menegakan diagnosa keperawatan karena
berdasarkan data yang didapat sesuai dengan respon yang muncul pada Tn. S dan
adanya hubungan baik antara mahasiswa dengan perawat ruangan untuk mendapatkan
data klien selain itu juga adanya referensi yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam negakan diagnosa keperawatan..
C.
Perencanaan Keperawatan.
Penulis
menyusun rencana keperawatan berdasarkan yang muncul dan sesuai dengan teori
yang ada yakni berdasarkan prioritas masalah, tujuan baik tujuan umum maupun
khusus, kriteria evaluasi, dan intervensi.
Diagnosa yang menjadi prioritas
adalah Resiko Perilaku Kekerasan. Dari diagnosa tersebut terdapat tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu klien tidak dapat mencederai diri. Tujuan
khusus, yaitu TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya, TUK II : klien
dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, TUK III : klien dapat mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku kekerasan, TUK IV : klien dapat mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan dan TUK V: klien dapat dapat mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan.
Dalam
penyusun rencana tindakan penulis menemukan hambatan karena penulis tidak dapat
bertemu dengan keluarga klien sehingga SP keluarga tidak dapat dilaksanakan.
D.
Implementasi
Pada
tahap ini, penulis melakukan rencana keperawatan sesuai dengan teori yang
berdasarkan dari strategi pelaksanaan, yaitu diagnosa I pada strategi
pelaksanaan ke I, yaitu membina hubungan saling percaya, menyebutkan penyebab
perlaku kekerasan, mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan. Strategi pelaksanaan ke II, yaitu mengevaluasi
strategi pelaksanaan ke I dan mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan,
menyebutkan jenis perilaku kekerasan, menyebutkan cara mencegah/mengontrol
perilaku kekerasan. Strategi pelaksanaan ke III, yaitu mengevaluasi strategi ke
II dan Klien dapat mengontrol perilaku
kekerasan dengan sosial/verbal, Strategi pelaksanaan ke IV, yaitu mengevaluasi strategi
pelaksanaan ke III dan Klien dapat mengontrol
perilaku kekerasan secara spiritual, dan strategi pelaksanaan ke V yaitu mengevaluasi strategi
pelaksanaan ke IV dan melatih cara minum obat yang baik dan benar. Faktor pendukung yang mempermudahkan
penulis dalam melakukan tindakan keperwatan adalah klien yang mau berinteraksi
dan kooperatif.
E.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi
merupakan tahap akhir dalam memberikan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk
menilai keberhasilan dari tindakan keperawatan. Maka penulis menggunakan
pendokumentasian dalam bentuk catatan keperawatan berupa respon hasil setiap
tindakan yang dilakukan dan evaluasi akhir yang berupa catatan perkembangan
(SOAP) berdasarkan strategi pelaksanaan mulai dari strategi resiko perilaku
kekerasan tercapai strategi pelaksanaan I sampai dengan V, sedangkan untuk
strategi pelaksanaan keluarga tidak bias dilakukan evaluasi karena penulisan
tidak dapat bertemu dengan keluarga klien dan melakukan tindakan strategi
pelaksanaan keluarga. Evaluasi yang didapat Tn. S mampu membina hubungan
saling percaya, mampu mengenal mngidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, mampu mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, dan mampu mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan.
BAB V
PENUTUP
- Kesimpulan
Kelompok
tidak menemukan kesesuaian faktor predisposisi dan faktor presipitasi pada
teori dengan kasus resiko perilaku kekerasan. Pohon masalah pada teori terdapat
tiga masalah sedangkan pada teori terdapat empat masalah dengan adanya masalah
keperawatan resiko perilaku kekerasan, harga diri rendah, kurang pengetahuan. Pada
tahap diagnosa keperawatan ditemukan tiga diagnosa keperawatan yang muncul,
sedangkan diagnosa yang menjadi prioritas masalah yaitu resiko perilaku
kekerasan. Dan pada penatalaksanaan keperawatan hanya melakukan terapi
aktivitas kelompok.
Kelompok
menyusun rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul dan
sesuai dengan teori yang ada yakni berdasarkan prioritas masalah, tujuan baik
umum maupun khusus, criteria evaluasi, dan intervensi. Dan didukung dengan
sumber referensi yang tersedia.
Diagnosa
yang menjadi prioritas adalah resiko perilaku kekerasan. Dari diagnosa tersebut
terdapat tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu klien tidak
mencederai diri. tujuan khusus, yaitu TUK I : klien dapat membina hubungan
saling percaya, TUK II : klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan, TUK III : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan, TUK IV : klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, dan TUK V : klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Perencanaan juga di dukung dengan banyaknya sumber reverensi.
Pada
tahap implementasi ini penulis melakukan rencana keperawatan sesuai dengan
teori, yaitu diagnosa I dengan strategi pelaksanaan ke I sampai ke V, namun
strategi pelaksanaan keluarga tidak dapat dilakukan karena penulis tidak
bertemu dengan keluarga klien.
Evaluasi
merupakan tahap akhir dalam memberikan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk
menilai keberhasilan dari tindakan kerawatan, berdasarkan strategi pelaksanaan
mulai dari strategi pelaksanaan I sampai dengan strategi pelaksanaan V untuk
klien. Dimana penulis melakukan sesuai dengan diagnosa prioritas yaitu resiko
perilaku kekerasan yang tercapai hanya strategi I sampai dengan V.
- Saran
Dalam menjalankan asuhan
keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-langkah proses keperawatan dan
melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar tindakan yang dilakukan
dapat berhasil dengan optimal. Dan dalam menangani kasus resiko perilaku
kekerasan hendaknya perawat melakukan pendekatan secara bertahap kepeda klien
dan keluarga klien agar dapat terbina hubungan saling percaya antara perawat,
klien dan keluarga klien, namun kelompok menyadari bahwa hubungan antara
perawat dan keluarga klien tidak tercapai dikarenakan perawat belum pernah
bertemu dengan keluarga klien.
Oleh karena itu kami menyadari
bahwa ada kekurangan dalam penyusunan kasus ini, maka kami meminta saran dan
kritik dari pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Dernawan,
deden dan Rusdin.2013.Keperawatan
Jiwa;Konsep dan kerangaka kerja asuhan keperawatan jiwa.Yogyakarta: Gosyen Publising.
Damaiyanti,
Mukhripah dan Iskandar.2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Rafika Aditama.
Keliat,Budi
Anna dan Akemat.2009. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta:EGC.
Rahayu,Agustina
dan Muh. Budiyono.2013.Panduan
Keperawatan Jiwa:Stikes IST Buton.Baubau.
Yosep, Iyus.2010.Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Rafika Aditama.