Minggu, 06 September 2015


Laporan Pendahuluan Untuk Yang Lagi Belajar dan Praktek Keperawatan Jiwa






LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
HALUSINASI

  1. Pengertian
 Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
a)      Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b)      Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
c)      Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
d)     Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
e)      Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
  1. Etiologi

1.      Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a.       Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1)      Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2)      Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3)      Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b.      Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.       Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2.      Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a.       Biologis
            Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.      Stress lingkungan
            Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.       Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

  
  1. Manifestasi Klinis
1.      Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2.      Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3.      Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4.      Tidak dapat memusatkan perhatian
5.      Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6.      Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005)

  1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.      Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.

2.      Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

3.      Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

4.      Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5.      Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
E.     Psikopatologi
            Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
            Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

F.     Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien

b.      Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.


c.       Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.


d.      Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e.       Aspek psikososial
1)      Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2)      Konsep diri
3)      Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4)      Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f.       Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

g.      Kebutuhan persiapan pulang
1)      Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
2)      Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3)      Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4)      Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5)      Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum

h.      Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

i.        Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

j.        Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

k.      Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
  
2.      Pohon Masasalah

Efek          :           Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Core          :           Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa        :           Isolasi Sosial : Menarik Diri


                              Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


3.      Diagnosa keperawatan
a)      Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
b)      Isolasi sosial: Menarik Diri
c)      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
4.      Fokus Intervensi
Tgl
Diagnosa keperawatan

Perencanaan

Intervensi
Rasional
Tujuan
Kriteria hasil




 




Gangguan persepsi sensori : halusinasi
Tujuan umum:
Klien tidak berhalusinasi


Tujuan Khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya




















 

Klien dapat mengenal halusinasi























 

 Klien dapat mengkontro halusinasinya





























 

Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


               






 

TUK  5 :
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik





1.      Ekspresi wajah bersahabat
2.      menunjukkan rasa, senang
3.       ada kontak mata
4.       mau berjabat tangan
5.       mau menyebutkan nama
6.       mau menjawab salam
7.      klien mau duduk berdampingan dengan perawat
8.      mau mengutarakan masalah yang dihadapi



1.      Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi
2.      Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi
















1.      Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasaya dilakukan untuk menghindari halusinasi
2.      Klien dapat menyebutkan cara baru
3.      Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan.
4.      Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya.
5.      Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok





1.      Keluarga dapat membina hubungan saling percaya
2.      Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi




1.      Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat
2.      Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benaR
3.      Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat
4.      Klien memahami akibat berhentinya obat tanpa konsultasi
5.      Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat





a.       Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik.
b.      Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
c.       Perkenalkan diri dengan sopan
d.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
e.       Jelaskan tujuan pertemuan
f.       Jujur dan menepati janjiTunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g.       Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien















a.       Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b.      Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : berbicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/ ke kanan/ ke depan seolah-olah ada teman bicara.
c.       Bantu klien mengenal halusinasinya :
·         ika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar.
·         Jike klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.
·         Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh)
·         Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien
·         Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

d.      Diskusikan dengan klien
·         Situasi yang menimbulkan/ tidak menimbulkan halusinasi.
·         Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri, jengkel/ sedih)
·         Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.



1.      Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
2.      Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
3.      Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi :
·         Katakan : "Saya tak mau dengan kamu" (pada saat halusinasi terjadi)
·         Menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga) untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengarnya.
·         Membuat jadwal kegiatan sehari-sehari agar halusinasi tidak sempat muncul
·         Meminta keluarga/ teman/perawat, menyapa jika tampak berbicara sendiri
4.      Bantu klien memilih dan melatih cara memutuskan halusinasi secara bertahap
5.      Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
6.      Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi












1.      Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
2.      Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/ pada saat kunjungan rumah)
3.      Gejala halusinasi yang dialami klien
4.      Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
5.      Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama.
6.      Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol dan risiko mencederai orang lain.



1.      Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat
2.      Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
3.      Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan
4.      Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.      Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 (lima) benar



Daftar Pustaka

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. “ S ” DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

SOP ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam dunia perawatan kesehatan modern, standar operasional prosedur (SOP) berperan penting dalam memastikan kualitas, keamanan, dan konsist...