Laporan Pendahuluan Untuk Yang Lagi Belajar dan Praktek Keperawatan Jiwa
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
HALUSINASI
- Pengertian
Halusinasi
adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi
merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi
adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut
Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya
proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
a) Halusinasi dengar (akustik,
auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek,
menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b) Halusinasi lihat (visual), pasien
itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak
ada.
c) Halusinasi bau / hirup (olfaktori).
Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium
bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
d) Halusinasi kecap (gustatorik).
Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap)
suatu rasa di mulutnya.
e) Halusinasi singgungan (taktil,
kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau
memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut
halusinasi heptik.
- Etiologi
1. Faktor
Predisposisi
Menurut Stuart
(2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian
pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa
zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
3) Pembesaran
ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan
atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart
(2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a.
Biologis
Gangguan dalam
komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
b.
Stress lingkungan
Ambang
toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.
Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon
individu dalam menanggapi stressor.
- Manifestasi Klinis
1.
Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2.
Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3.
Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4.
Tidak dapat memusatkan perhatian
5.
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut
6.
Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi
Anna Keliat, 2005)
- Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada pasien halusinasi dengan cara :
1.
Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh
atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.
2.
Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3.
Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat
dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4.
Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan
fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
5.
Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu
tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang
sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain
di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
E.
Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang
pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya
faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa
dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang
yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan
menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini
dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan
normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau
preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa
halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan
kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas
maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
F.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi
nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien
b. Keluhan utama
Tanyakan
pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah
sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan
yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan
pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa
lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil
pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga
generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain
yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan
keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai
klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan
serta merapikan lat makan kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan
membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien
tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas
didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan
reaksinya setelah diminum
h. Mekanisme koping
Malas
beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
i.
Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah
berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j.
Pengetahuan
Didapat
dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medic
Diagnose
medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional,
TAK dan rehabilitas.
2. Pohon Masasalah
Efek : Resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan
Core : Perubahan Persepsi Sensori :
Halusinasi
Causa : Isolasi Sosial : Menarik Diri
Gangguan
Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Diagnosa keperawatan
a) Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
b) Isolasi sosial: Menarik Diri
c) Resiko mencederai diri
sendiri,
orang lain dan
lingkungan
4.
Fokus
Intervensi
Tgl
|
Diagnosa keperawatan
|
Perencanaan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
||||
Gangguan persepsi sensori :
halusinasi
|
Tujuan umum:
Klien
tidak berhalusinasi
Tujuan Khusus:
Klien
dapat membina hubungan saling percaya
Klien
dapat mengenal halusinasi
Klien dapat mengkontro halusinasinya
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
TUK 5 :
Klien
dapat memanfaatkan obat dengan baik
|
1.
Ekspresi
wajah bersahabat
2.
menunjukkan
rasa, senang
3.
ada kontak mata
4.
mau berjabat tangan
5.
mau menyebutkan nama
6.
mau menjawab salam
7.
klien mau
duduk berdampingan dengan perawat
8.
mau
mengutarakan masalah yang dihadapi
1. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi
timbulnya halusinasi
2. Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasi
1.
Klien
dapat menyebutkan tindakan yang biasaya dilakukan untuk menghindari
halusinasi
2.
Klien
dapat menyebutkan cara baru
3.
Klien
dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan.
4.
Klien
dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya.
5.
Klien
dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok
1. Keluarga dapat membina hubungan saling percaya
2. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan
tindakan untuk mengendalikan halusinasi
1. Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis,
dan efek samping obat
2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benaR
3. Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek
samping obat
4. Klien memahami akibat berhentinya obat tanpa
konsultasi
5. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan
obat
|
a.
Bina
hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik.
b.
Sapa klien
dengan ramah baik verbal maupun non verbal
c.
Perkenalkan
diri dengan sopan
d.
Tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
e.
Jelaskan
tujuan pertemuan
f.
Jujur dan
menepati janjiTunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g.
Beri
perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
a.
Adakan
kontak sering dan singkat secara bertahap
b.
Observasi
tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : berbicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang ke kiri/ ke kanan/ ke depan seolah-olah ada teman bicara.
c.
Bantu
klien mengenal halusinasinya :
·
ika
menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang
didengar.
·
Jike klien
menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.
·
Katakan
bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh)
·
Katakan
bahwa klien lain juga ada seperti klien
·
Katakan
bahwa perawat akan membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien
·
Situasi
yang menimbulkan/ tidak menimbulkan halusinasi.
·
Waktu dan
frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika
sendiri, jengkel/ sedih)
·
Diskusikan
dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih,
senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
1.
Identifikasi bersama klien cara
tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan
diri dll)
2.
Diskusikan
manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
3.
Diskusikan
cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi :
·
Katakan :
"Saya tak mau dengan kamu" (pada saat halusinasi terjadi)
·
Menemui
orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga) untuk bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang didengarnya.
·
Membuat
jadwal kegiatan sehari-sehari agar halusinasi tidak sempat muncul
·
Meminta
keluarga/ teman/perawat, menyapa jika tampak berbicara sendiri
4.
Bantu
klien memilih dan melatih cara memutuskan halusinasi secara bertahap
5.
Beri
kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan
beri pujian jika berhasil
6.
Anjurkan
klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi
persepsi
1.
Anjurkan
klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
2.
Diskusikan
dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/ pada saat kunjungan rumah)
3.
Gejala
halusinasi yang dialami klien
4.
Cara yang
dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
5.
Cara
merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama.
6.
Beri
informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak
terkontrol dan risiko mencederai orang lain.
1.
Diskusikan
dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat
2.
Anjurkan
klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
3.
Anjurkan
klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang
dirasakan
4.
Diskusikan
akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.
Bantu
klien menggunakan obat dengan prinsip 5 (lima) benar
|
Daftar Pustaka
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan
Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W
& Sundeen, S.J.
2007. Buku Saku
Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar